Selasa, 23 Februari 2010

STEVENS-JOHNSON SYNDROME DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS

v Differential diagnosis

- Ketidak terlibatnya mucous membrane atau membatasi terhadap single site harus selalu meningkatkan sebuah alternative diagnosis : staphylococcal scalded skin pada infants, purpura fulminans pada children dan pada young adult, acute generalized exanthematous pustulosis, thermal burns, phototoxicity, atau pressure blister pada adult.

- Linear immunoglobulin A bullous disease and paraneoplastic pemphigus hadir dengan dengan lless acute progression

- Pathological finding dan positive result pada direct immunofluorescence testing merupakan penting dalam mendiagnosis.

- Kasus awal EN sering diawali didiagnosis sebagai varicella.

- Kecepatan progressive dari skin lesion dan severity dari keterlibatan mucous membrane meningkatkan kemungknan terjadi dari EN

- Dalam semua aspek,termasuk pathology, generalized bullous fixed drug eruption(GBFDE) mirip dengan EN. Memiliki kesamaan dalam mekanisme yang berkaitan dengan drug. Perbedaan nya GBFDE memiliki prognosis yang lebih bagus, itu mungkin disebabkan ringannya keterlibatan dari mucous membrane dan absennya visceral complication. juga rapid onset setelah drugs intake dan well-demarcated blister merupakan ciri lain dari GBFDE

- Thermal burns atau scalding kadang-kadang menjadi sebuah persoalan ketika kehilangan kesadaran sementara terjadi.

- Destruksi dari ephithelial oleh toxin, disebabkan oleh kontak dengan fumigant atau memakan (colchine poisoning, methotrexate overdose) mungkin jg secara clinical features sama dengan EN.

- Dilaporkan SJS banyak terjadi. Biasaanya timbul kebingungan antara desquamation dan detachment dari epidermis dan juga antara mucous membrane dan periorificial skin.

- Pasien dengan desquamative rash dan scaly lips kadang-kadang didiagnosis sebagai SJS

v COMPLICATION

- Selama fase akut, paling sering complikasi yang terjadi adalah dari EN adalah sepsis

- Hilangnya epithelial merupakan awal dari bacterial atau fungal infection yang menyebabkan mortality.

- Multisystem organ failure dan pulmonary complication diobservasi dilebih dari 30% dan 15%.

- Late ophthalmic complication terlihat pada 20-75 % dari pasien dengan EN.

- Late ophthalmic complication disebabkan oleh perubahan fungsi dari conjunctival epithelium yang mengering dan abnormal dari lacrimal film.

- Hypopigmentation dan atau hyperpigmentation sering terobserve tapi jarang dikaitkan dengan hypertropic atau atau atropic scar.

- Nail changes, meliputi pergantian pigmentasi dari nail bed, ridging, dystrophic nails, dan permanent anoncychia, terjadi lebih dari 50% kasus.

- Vulvar dan vaginal komplikasi juga bisa terjadi pada pasien EN. Seperti dyspareunia, vaginal dryness, iching, pain, dan bleeding.

- Karena sering terjadi komplikasi yang lambat dan berkembang secara insidious sehingga pasien EN harus d follow up beberapa minggu stelah keluar dari rumah sakit, begitu juga pemeriksaan oleh ophthalmologist.

v PROGNOSIS DAN CLINICAL COURSE

- detachment epidermal berkembang dari 5-7 minggu.

- Kemudian, pasien masuk k fase plateau yang berhubungan dengan progressive re-epithelialization. Fase ini akan mengambil beberapa hari atau minggu bergantung dari keparahan penyakit dan kondisi umum dari pasien.

- Selama fase ini, komplikasi yang dapat membahayakan jiwa seperti sepsis atau systemic organ failure mungkin terjadi.

- Prognosis tidak dipengaruhi oleh tipe atau dosis dari obat yg bertanggung jawab atau adanya HIV.

v TREATMENT

- EN adalah penyakit yang mengancam jiwa yang membutuhkan manajement yang optimal: pengenalan yang awal, penghentian pemakain obat dan supportif caredi rumah sakit.

- Untuk yang penyebabnya membingungkan sesegera mungkin untuk menghentikan semua penggunaan obat yang pernahdiberikan dalam 8 minggu sebelumnya.

Ø Symptomatic treatment

- Hanya pasien yang memiliki limited skin involvement dan memiliki SCORTEN score 0-1 dapat di treatment dengan non-speciaized wards. Yang lainnya harus segera dikirim ke ICU atau burn centers.

- Supportive care berisi pemeliharaan keseimbangan hemodynamic dan mencegah komplikasi life-threatening. Maksud dari ini sama dasarnya pada pasien burn.

- Fluid replacement harus sesegera mungkin diberikan dan diukur pemberiaan setiap hari.

- Peripheral venous lines jika memungkin lebih dipilih karena tempat insersi dari central line sering mengalami detachment epidermis dan mudah terkena infeksi.

- Suhu lingkungan harus dinaikan 280C- 300C. dan menggunakan air-fluidized bed meningkatkan kenyamanan pasien.

- Batuan Nutrisi awal diberikan lewat naogastric tube untuk memicu healing dan penurunan resiko terjadinya bacterial translocation dari GI tract.

- Skin, blood, dan specimen urin harus dicultur untuk mendeteksi awal jikan terjadi infeksi bakteri atau fungi.

- Prophylactic antibiotic tidak diberikan, antibiotic diberikan ketika diduga pasien mengalami infesi.

- Mata harus diperiksa oleh ophthalmologist. Artificial tears, antibiotic atau antiseptic eyedrop dan vitamin A sering diberikan ppada 2 jam fase akut. Dan mulut juga seing diberikan anti septic dan antifungal solution.

Ø Specific Treatment

- Karena pada psien ini terjdi mekanisme immunologic dan cytotoxic, sejumlah immunosuppressive dan atau anti-inflammatory therapy diberikan pada pasien ini.

· Corticosteroid

Menggunakan sistemik corticosteroid masih controversial, beberapa study mengatakan terapi ini dapat mencegah selama fase awal, tetapi study lain mengatakan steroid tidak dapat menghentikan progress dari penyakit dan juga mengatakan bahwa dapat meningkatkan mortality juga adverse effect nya.

Selanjutnya banyak kasus yang diberikan cotikosteroid malah meningkatkan resiko dari EN sehingga systemic corticosteroid tidak direkomendasikan untuk pasien penderita EN.

· Intravenous immunoglobulin

Dalam sebagian study disebutkan bahwa intravenous immunoglobulin memiliki benefit tapi ini tidak menjadi standar dari pengobatan namun hanya precaution untuk menghindari terjadinya potential nephrotoxic.

· Cyclosporine A

Merupakan suatu powerfull immunosuppressive agent.

· Plasmapheresis or hemodialysis

Digunakan untuk membuang medication yang bertanggung jawab, metabolit, atau mediator inflamasi seperti cytokines. Tp pengobatan ini tidak direkomendasikan karena menimbulkan pada intravascular catheters.

· Anti-tumor necrosis factor agents

Anti-TNF monoclonal antibodies terbukti sukses digunakan untuk pengobatan untuk beberapa pasien.

v PREVENTION

- Test allergy drug in vitro

- Membawa medication allergy card

Senin, 22 Februari 2010

ANTIHISTAMIN

v PENDAHULUAN

- Efek histamin dilepaskan dalam tubuh dapat dikurangi dengan beberapa cara. Antagonis fisiologis, terutama epinefrin, memiliki tindakan yang berlawanan dengan yang histamine pada otot polos, tetapi mereka bertindak pada reseptor yang berbeda. Hal ini penting secara klinis karena suntikan epinefrin dapat menyelamatkan nyawa dalam anafilaksis sistemik dan dalam kondisi lain yang pelepasan besar dari histamin dan mediator lainnya terjadi .

- Release inhibitor mengurangi degranulation dari mast sel yang memicu kekebalan antigen-IgE oleh interaksi. Kromolin dan nedocromil tampaknya memiliki efek ini dan digunakan dalam perawatan asma, meski mekanisme molekuler yang mendasari tindakan mereka saat ini tidak diketahui. Beta2-adrenoceptor agonis juga muncul mampu mengurangi pelepasan histamine

- Selama lebih dari 60 tahun, telah tersedia senyawa yang kompetitif menentang banyak action histamin pada otot polos. Namun, tidak sampai H2-reseptor antagonis burimamide dikenalkan pada tahun 1972 adalah mungkin untuk melawan asam lambung yang dirangsang histamin. Pengembangan selektif reseptor H2-antagonis telah menyebabkan lebih efektif terapi untuk peptic disease). Selektif antagonis H3 dan H4 belum tersedia untuk penggunaan klinis. Namun, ampuh dan selektif eksperimental H3-reseptor antagonis, thioperamide dan clobenpropit, telah disusun.

- senyawa yang kompetitif dengan histamin pada reseptor H1 telah digunakan dalam perawatan kondisi alergi selama bertahun-tahun, dan banyak H1 antagonis yang saat ini dipasarkan di Amerika Serikat. Banyak yang tersedia tanpa resep, baik sendiri maupun dalam kombinasi rumusan seperti "cold pila" dan sleep aids

v BASIC PHARMACOLOGY OF H1-RECEPTOR ANTAGONISTS

Ø Chemistry & Pharmacokinetics

- The H1 antagonis dibagi menjadi generasi pertama dan generasi kedua. Kelompok ini dibedakan oleh efek obat penenang yang relatif kuat dari sebagian besar generasi pertama

- Generasi pertama juga lebih mungkin untuk memblokir reseptor otonom.

- generasi kedua H1 bloker Yang relatif sedikit menenangkan disebabkan sebagian distribusi yang kurang lengkap ke dalam sistem saraf pusat

- Agen ini dengan cepat diserap oral berikut, dengan puncak konsentrasi darah yang terjadi dalam 1-2 jam. Mereka didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, dan obat generasi pertama memasuki sistem saraf pusat dengan mudah

- Beberapa dimetabolisme secara luas, terutama oleh sistem microsomal dalam hati. Beberapa generasi kedua agen yang dimetabolisme oleh sistem CYP3A4 dan dengan demikian jika berinteraksi dengan obat lain (seperti ketoconazole) menghambat subtipe dari P450 ini enzim.

- . Sebagian besar obat mempunyai durasi yang efektif aksi 4-6 jam setelah dosis tunggal, tetapi meclizine dan beberapa agen generasi kedua lebih panjang-akting, dengan durasi kerja dari 12-24 jam.

- . Agen yang lebih baru kurang larut lipid dari obat generasi pertama dan merupakan substrat dari P-glikoprotein transporter dalam darah-otak terhalang sebagai akibatnya mereka memasuki sistem saraf pusat dengan susah payah atau tidak sama sekali.

Ø Pharmacodynamics

- A. blokade reseptor histamin -
Antagonis reseptor H1-blok tindakan reversibel kompetitif histamin oleh antagonisme pada reseptor H1.
Mereka memiliki potensi dapat diabaikan pada reseptor H2 dan sedikit pada reseptor H3. Sebagai contoh, histamin-induced bronchiolar atau kontraksi otot polos gastrointestinal dapat sepenuhnya diblokir oleh agen ini, tetapi efek terhadap sekresi asam lambung dan hati yang tidak termodifikasi.

- B. Tindakan tidak disebabkan oleh blokade reseptor histamin
Generasi pertama H1-reseptor antagonis memiliki banyak tindakan untuk blokade action histamin. Banyaknya tindakan ini mungkin hasil dari kesamaan struktur umum. untuk struktur obat yang memiliki efek pada muscarinic cholinoceptor, α adrenoceptor, serotonin, dan reseptor anestesi lokal. Sebagian dari tindakan ini adalah nilai terapeutik dan beberapa yang tidak diinginkan.

1. Sedasi-efek :secara umum generasi pertama H1 antagonis adalah obat penenang, tetapi intensitas efek ini bervariasi antara subkelompok kimia dan di antara para pasien.

2. Antinausea and antiemetic actions : Beberapa generasi pertama H1 antagonis mempunyai aktivitas signifikan dalam mencegah mabuk perjalanan. Mereka kurang efektif terhadap sebuah episode mabuk sudah ada

3. Antiparkinsonism efek- : Sebagian dari antagonis H1, terutama diphenhydramine, memiliki efek penekan akut pada gejala ekstrapiramidal yang terkait dengan obat-obatan antipsikotik tertentu.

4. Anestesi lokal - : Beberapa generasi pertama H1 antagonis yang kuat anestesi lokal. Mereka blok saluran natrium dalam excitable membranes dengan cara yang sama seperti procaine dan lidokain. Diphenhydramine dan Prometazin sebenarnya lebih kuat daripada procaine sebagai anestesi lokal. Mereka kadang-kadang digunakan untuk menghasilkan anestesi lokal pada pasien alergi terhadap obat bius lokal konvensional.

5. Action lain - : antagonis H1 tertentu, misalnya, cetirizine, sel mast menghambat pelepasan histamin dan beberapa mediator peradangan lainnya. Tindakan ini bukan disebabkan oleh reseptor H1-blokade. Mekanisme ini tidak mengerti, tetapi dapat memainkan peran dalam efek menguntungkan dari obat ini dalam pengobatan alergi seperti rhinitis. Beberapa antagonis H1 (misalnya, terfenadine, acrivastine) telah terbukti menghambat P-glikoprotein transporter ditemukan di sel-sel kanker, epitel usus, dan kapiler otak. Arti penting dari efek ini tidak diketahui

v CLINICAL PHARMACOLOGY OF H1-RECEPTOR ANTAGONISTS

Ø Clinical Uses

1. ALLERGIC REACTIONS

- H1 antihistaminic yang sering kali pertama yang digunakan untuk mencegah atau mengobati gejala-gejala reaksi alergi. Pada rhinitis alergi dan urticaria, di mana histamin adalah mediator utama, yang H1 antagonis adalah obat pilihan dan sering cukup efektif. Namun, dalam bronkial asma, yang melibatkan beberapa mediator, yang sebagian besar antagonis H1 tidak efektif.

- Angioedema mungkin akan dipicu oleh pelepasan histamin tetapi tampaknya dipertahankan oleh kinins peptida yang tidak terpengaruh oleh antihistaminic agen.

- Untuk atopic dermatitis, obat antihistaminic seperti diphenhydramine digunakan sebagian besar untuk efek samping obat penenang mereka, yang mengurangi kesadaran gatal.

- H1 antihistamin yang digunakan untuk merawat kondisi alergi seperti demam biasanya dipilih dengan tujuan untuk meminimalkan efek obat penenang; di Amerika Serikat, obat-obatan di terluas digunakan adalah alkylamines dan nonsedating generasi kedua agen. Namun, efek obat penenang dan kemanjuran terapi agen yang berbeda sangat bervariasi di antara individu. Selain itu, efektivitas klinis satu kelompok dapat berkurang dengan terus menggunakan, dan beralih ke kelompok lain dapat mengembalikan efektivitas obat untuk alasan yang belum dijelaskan

2. MOTION SICKNESS AND VESTIBULAR DISTURBANCES

- Scopolamine dan generasi pertama tertentu antagonis H1 adalah agen yang paling efektif yang tersedia untuk mencegah mabuk perjalanan. The antihistaminic dengan efektivitas yang paling besar dalam aplikasi ini adalah diphenhydramine dan Prometazin.Dimenhydrinate, yang dipromosikan hampir secara eksklusif untuk pengobatan mabuk perjalanan, adalah garam dari diphenhydramine. The piperazines (cyclizine dan meclizine) juga mempunyai kegiatan yang signifikan dalam mencegah mabuk perjalanan dan kurang menenangkan dari diphenhydramine di kebanyakan pasien. Dosis adalah sama dengan yang dianjurkan untuk gangguan alergi. Baik scopolamine dan antagonis H1 lebih efektif dalam mencegah mabuk perjalanan ketika dikombinasikan dengan efedrin atau amphetamine.

3. NAUSEA AND VOMITING OF PREGNANCY

Beberapa obat H1-antagonis telah dipelajari untuk kemungkinan penggunaan dalam memperlakukan "morning sickness." Piperazine derivatif yang ditarik dari penggunaan tersebut ketika sudah menunjukkan bahwa mereka memiliki efek teratogenic pada hewan pengerat.Doxylamine, sebuah ethanolamine H1 antagonis, dipromosikan untuk aplikasi ini sebagai komponen Bendectin, resep obat yang juga berisi pyridoxine. Teratogenic Kemungkinan efek doxylamine dipublikasikan secara luas di pers berbaring setelah tahun 1978 sebagai akibat dari beberapa laporan kasus malformasi janin berhubungan dengan ibu menelan Bendectin. Namun, beberapa studi prospektif besar yang melibatkan lebih dari 60.000 kehamilan, yang melibatkan lebih dari 3000 ibu yang minum Bendectin diungkapkan tidak ada peningkatan kejadian cacat lahir. Namun, karena kontroversi yang terus-menerus, merugikan publisitas, dan tuntutan hukum, Bendectin produsen menarik produk dari pasar.